Monday, 4 July 2011
Man Jadda Wajada
Bismillahirrahmanirrahim in the name of Allah
"baiklah, kita tidak perlu ujian. Cukup analisa dan jawab pertanyaan yang saya berikan kepada kalian. Saya tunggu hasilnya minggu depan." Setelah pak Abdul berhenti berkata, spontan semua anak kelas BI 2 A bersorak gembira dengan ekspresi yang bervariasi. Bahkan ada yang hampir menghempaskan laptopnya sendiri karna kegirangan. Betapa tidak, kami tidak perlu lagi bertarung melawan soal-soal yang membuat pusing kepala karena harus berputar-putar untuk memahaminya, kami tidak perlu lagi untuk ujian semester, cukup tugas saja lalu nilai pun keluar. Setidaknya untuk satu mata kuliah, Pendidikan Anti Korupsi. Tetapi tetap saja kami harus mempersiapkan diri untuk menghadapi ribuan tinta hitam yang berbentuk huruf itu, lalu bergabung menjadi kata, di sambung lagi menjadi kalimat, sampai menjadi soal-soal yang membingungkan. karena masih ada sebelas mata kuliah lagi yang harus kami hadapi. Jika tidak bekerja keras, semangat yang kuat serta do'a, maka tidak diragukan lagi nilai pun akan keluar dibawah B. ya. setidaknya aku ingin mendapat nilai A, itu targetku.
Beberapa hari berlalu, entah apa yang yang ku rasakan setelah aku dinyatakan lulus ujian tahfidz. Padahal seminggu lalu, empat surah terpanjang di juz 30 belum ku hafal. Bagaimana bisa aku menghafalnya dalam satu minggu, jika satu surah Al-Fajr saja aku hafal dalam waktu hampir sebulan, lha ini empat surah, panjang lagi. aku sudah pasrah, semoga saja ada kesempatan tahun depan untuk kembali mengikuti ujian. sudahlah, tinggalkan saja tahfidz, yang penting bahasa Inggris dan bahasa Arab saja. fikirku minggu lalu. tapi teriakan sahabatku yang satu ini yang selalu membanggakan hafalannya, membuatku agak geram. entah kenapa timbul iri yang begitu besar. dalam bayanganku, aku melihat dia dan teman-teman lainnya sedang dinyatakan lulus ujian tahfidz dan mengibar-ngibarkan sertifikat hafal juz amma, lalu mereka menoleh kearahku dan hanya aku sendiri yang berdiri di kekosongan tanpa adanya yang menaungi kecuali Allah. lalu kubayangkan mereka menghinaku, meremehkanku, tanpa peduli apa yang kurasakan saat itu. bukan hanya mereka, tapi semuanya, ustadz, orang tuaku, mudabirin, kelompok Khafilah Dzikrullah, Gang The Masters, Team Srigala Muda dan teman-temanku yang sudah merantau ke pulau jawa, semuanya akan kecewa dan akan menganggap aku hanya seorang pecundang yang beraninya di bawah ketiak amak. Naudzubillah. lalu ku bayangkan lagi, Sungguh senangnya jika bisa lulus ujian tahfidz bersama mereka. Tiba-tiba aku sadar dari alam bawah sadarku, bukan waktunya untuk mengeluh. fortunately, aku ingat novel yang diberikan oleh ayah sewaktu aku lulus SMA. Alif pada novel Negeri 5 Menara saja tidak menyerah dengan cobaan yang tak terkira beratnya. mengapa Alif yang di dunia nyata sudah kalah hanya dengan secuil kesulitan. iya. iya. man jadda wajada. mantra itu. mantra yang menolong Alif Fikri menyelesaikan sekolahnya di pondok madani. mengapa aku tidak menggunakannya. aku berfikir keras, lalu kukepalkan tangan dan.. yaaaa. Man Jadda wa jada
to be continued
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment