Friday, 8 July 2011

Man Jadda Wajada 2


Bismillahirrahmanirrahimin the name of Allah

Apakah aku bisa mencapainya? Deck itu tinggi sekali, dengan kaki selemah ini loncatanku tidak akan sampai. Apalagi tubuhku pendek dan tanganku kecil. Rasanya tidak mungkin. Tidak. Hhhhh. Tapi apa salah nya dicoba. Fikirku. Ku ambil ancang ancang untuk melompat, mundur beberapa langkah, lalu siap-siap berlari. Ya. Aku bisa. Aku mulai berlari beberapa meter dan,.. Kaki ku menolak lantai, tubuhku seakan-akan terbang, tangan aku panjangkan untuk menyentuh deck teras asrama kami yang lumayan tinggi itu. Aku menggapainya semaksimal mungkin, aku yakin ini pasti berhasil, aku pasti bisa menyentuhnya. Tapi, bruukhhk, aku tidak menyentuh apapun, malah tubuh yang kecil ini terhempas di lantai semen teras. Sakit. Tapi menyenangkan. Kuulangi beberapa kali, tapi belum juga aku dapat menyentuhnya, kucoba mengambil ancang-ancang lebih jauh agar lariku lebih cepat saat melompat sehingga lompatanku akan lebih tinggi. Kali ini pasti berhasil. Aku yakin. Satu, dua, tiga, larii dan lompaaat, lalu yaaaaaa, brrukkkkkhhhh, aku jatuh lebih keras dan masih belum dapat menyentuhnya. Sakitnya terasa dua kali lipat. Aaakkkkkkhhh. Teriakku. Tapi, mungkin aku harus coba sekali lagi,, anggap saja, deck itu adalah aku yang lulus ujian tahfidz, jika aku tidak bisa menyentuhnya, maka lupakanlah kelulusan ujian tahfidz itu. Memang ini terlihat konyol, tapi inilah yang membuat diriku termotivasi. Permainan yang mempertaruhkan kelulusanku. Ayo sekali lagi... Kali ini man jadda wa jada, aku bersungguh-sungguh dan aku akan lulus. Ambil ancang-ancang, kuatkan kaki, lariii... Langkah pertama, lambat, kedua, ketiga semakin cepat, selanjutnya sudah sangat cepat. Sudah sepuluh meter baru aku hentakkan kaki ku, panjangkan tangan, lalu, masih belum, tubuhku terus melayang keatas, srrttttt... Yaaa. Aku berhasil. Aku berteriak sekeras-kerasnya dalam hati. Tapi, brrkkkkkkkk. Tubuhku terhempas lantai yang keras dan rasanya tak bisa kubayangkan sakit yang seperti itu lagi. Anehnya tak ada teriakan dari mulutku seperti biasanya. Mungkin karena rasa sakitnya sudah terlalu, atau karena senang dapat menyentuh deck yang cukup tinggi itu. Itu tandanya, aku akan lulus ujian tahfidz. Iyakah? Belum tentu, lihat dulu usahaku selanjutnya.

Sejak hari itu, aku bertekad untuk tidak akan menyerah. Aku mulai menghafal, masih empat surah lagi, tapi waktu hanya kurang dari sepuluh hari. Setiap hari kuhabiskan waktuku dengan menghafal, hari pertama aku langsung dapat menghafal at-takwir, selanjutnya abasa dapat kuhafal dalam dua hari, an-naziat empat hari baru yang terakhir an-naba juga hanya sehari. Ternyata, luar biasa rumus man jadda wa jada itu.

Ujian tahfidz pun tiba, dua hari sebelum ujian, dua sahabat baikku telah dinyatakan lulus. Aku merasa sudah dikalahkan oleh mereka. Lalu, sehari sebelum ujian aku menemui ustadz yang mengujiku. "ustadz, ana ujian dengan antum". Kataku. "oh, iqro'" jawabnya. Aku heran, tapi senang, belum waktu ujian tapi langsung saja ustadz mau mengujiku. Aku mulai melantunkan ayat pertama surah an-naba. Kucoba semerdu mungkin, tetapi tetap juga suara cempreng ini yang keluar. Setidaknya aku membaca dengan benar. Itu saja sudah cukup bagiku. Ujianku berlangsung cukup lama bahkan jam tiga sore pun aku belum makan siang, perutku semakin lapar dan badanku lemas. Tapi semangat yang terus memberi energi pada alat-alat yang terpasang pada tubuh kecil ini. Akhirnya azan asar pun berkumandang, alhamdulillah tinggal delapan surah pendek lagi. Aku optimis, aku yakin nanti malam aku sudah lulus.

Malamnya, setelah shalat isya dan makan malam, aku mendatangi rumah ustadz lagi. "teruskan" katanya. Kuteruskan hingga sepuluh surah, akhirnya ustadzpun menyuruhku berhenti. Ia berfikir sejenak hendak memutuskan sesuatu. Ia lihat catatan di kertas selembar yang akupun tidak tahu catatan apa itu karena aku tidak bisa melihatnya. Ustadz selalu menutupi catatan itu dengan kertas lain. Lalu ustadz menatapku, tapi ia berpaling lagi dan kembali melihat catatannya. Aku menunggu, rasanya lama sekali. Akhirnya, akupun dinyatakan lulus. "sukran ustadz, afwan 'ala khoto'i ustadz" kataku. "la ba'tsa, kholash. Irji' ". Jawabnya. Entah apa rasanya, senang haru bahagia tawa, semuanya bersatu dipusatkan oleh rasa syukur kepada-nya. Sampai di kamar, langsung kulakukan sujud syukur sambil mengingat usahaku, aku yang menyerah seminggu lalu tapi akhirnya berubah pikiran dan bisa menyelesaikan ini semua. Aku yang selalu menghafal di setiap waktuku selama seminggu ini. Sungguh tak sia-sia semua itu. Man jadda wa jada

No comments:

Post a Comment